HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN TANTANGAN PROFESI
BANKERS
DALAM KOMPETISI
GLOBAL
(LANDASAN TEORI
DAN BEST PRACTICE)
Fenomena dan praktek hubungan industrial
merupakan realitas dan bahkan menjadi sebuah keniscayaan. Perkembangan sebuah
peradaban cenderung selalu mengarah pada modernisasi, yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan industrialisasi
baik barang maupun jasa, perkembangan demokratisasi termasuk dalam dunia
ketenagakerjaan, serta perkembangan kapitalisme yang mempengaruhi bentuk dan
eksistensi hubungan kerja.
Industrialisasi senantiasa mempengaruhi
proses produksi serta bentuk dan
pengembangan organisasi (organizational development). Oleh karena
itu dalam sistem produksi senantiasa ditandai dengan meningkatnya eskalasi
hubungan industrial antara pegawai/karyawan dengan pengusaha/manajemen (employment relations), yang satu sama
lain saling ketergantungan dan saling pengaruh mempengaruhi. Mereka memiliki tujuan
yang sama yaitu untuk menjaga kelangsungan dan pengembangan perusahaan,
tetapi juga dapat memiliki kebutuhan dan
kepentingan yang berbeda. Itulah
yang menyebabkan timbulnya dinamika hubungan industrial (industrial relations dynamic).
Ada dua faktor besar yang mendorong
meningkatnya eskalasi dinamika hubungan industrial, yaitu :
1) Tumbuh dan berkembangnya industrialisasi
melalui sistem produksi,
2)
Meningkatnya kecenderungan masalah dalam hubungan antara pegawai/karyawan
dengan pengusaha/manajemen, yang dapat mengancam kegagalan hubungan, bahkan
dapat mengancam sustainability dan
pertumbuhan usaha.
Beberapa faktor yang
berperan sebagai pengungkit meningkatnya eskalasi tersebut, yaitu
a.
Meningkatnya
jumlah dan mutu pegawai/karyawan
b.
Meningkatnya
kualitas, jenis, volume pekerjaan
c.
Berubahnya
organisasi kerja
d.
Berkembangnya
demokratisasi dalam industri (democratic
development)
e.
Meningkatnya
tingkat partisipasi pekerja dalam menentukan eksistensi industri (employee participation)
f.
Restrukturisasi
sistem penghargaan (award restucturing)
g.
Meningkatnya
fungsi perundingan industrial (industrial
negotiation)
h.
Rasionalisasi
perusahaan, misal : merger, akuisisi, revitalisasi, dll.
Penanganan praktek hubungan
industrial pada organisasi perusahaan selama ini, dapat dinilai masih belum memadai. Sehingga
praktek hubungan industrial tidak berjalan dengan baik, serta banyak ekses yang
ditimbulkannya, seperti :
1)
Rendahnya
jumlah sarana hubungan industrial yang seharusnya tersedia di perusahaan,
seperti PP, PKB, Serikat Pekerja, dll.
2)
Berlarut-larutnya
proses perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja Bersama,
maupun dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial,
3)
Meningkatnya
ekses negatif hubungan industrial, seperti: jumlah dan kualitas perselisihan,
meningkatnya tuntutan, mogok kerja dan unjuk rasa,
4)
Meningkatnya
dampak buruk dalam hubungan kerja, seperti : tingginya tingkat absensi,
rendahnya produktivitas kerja, tingginya tingkat kecelakaan dan penyakit akibat
kerja, munculnya selebaran, desas-desus yang mengindikasikan ketidakpuasan
pekerja, serta potensi timbulnya perselisihan antar serikat pekerja, dan
sebagainya.
Kondisi di atas terjadi karena banyak
perusahaan belum menangani praktek hubungan industrial secara profesional.
Masih banyak perusahaan yang menempatkan fungsi manajemen hubungan industrial
sebagai bagian kecil saja dari manajemen sumber daya manusia, dengan
mempercayakan kepada orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kompetensi
tentang manajemen hubungan industrial. Bahkan ada kecenderungan, penanganan
fungsi hubungan industrial dipercayakan kepada orang-orang yang dinilai sudah
tidak memiliki prestasi pada bidang lain, atau sebagai tempat buangan bagi
pejabat perusahaan yang dinilai berkinerja rendah.
Tugas Utama Setiap
Organisasi Bisnis :
Menjaga kelangsungan
bisnis dan pengembangan perusahaan
Tantangan utamanya : Persaingan (Competitivenes)
1.
Harga
(Prize)
2.
Mutu
(Quality)
3.
Distribusi
(Distribution)
4.
Pelayanan
Purna Jual (After Sales Service)
5.
Promosi
(Promotion)
Fenomena
yang makin menunjukkan sifat masif dan
kritis adalah tantangan globalisasi dan perdagangan bebas, yaitu semakin tidak jelasnya batas-batas
teritorial dalam melakukan transaksi
Memiliki ciri-ciri :
1.
Luas lingkup pasar
memiliki spektrum yang luas, melewati batas wilayah, negara, sektor
usaha, lintas disiplin keilmuan
2.
Mengutamakan keunggulan SDM dibandingkan faktor-faktor
lain
3.
Meningkatnya peran komunikasi
4.
Kebutuhan informasi pasar
yang luas dan akurat
5.
Pergeseran keunggulan komparatif ke keunggulan kompetitif
6.
Pergeseran paradigma tentang bekerja dan pola kerja,
misal : out sourcing, flexiworking time, dsb.
7.
Restrukturisasi organisasi, misal : mengurangi tingkatan
jabatan, mengurangi fasilitas kerja, penggunaan teknologi, perampingan
organisasi (merger, akuisisi, dsb), yang sasaran utamanya mengurangi jumlah
tenaga kerja.
8.
Deregulasi internasional, misal : tarif reduction, dsb.
9.
Perjanjian-perjanjian internasional maupun regional yang
membuka sekat-sekat nasional, misal : ACFTA, AFTA, dan lain-lain.
Dua dimensi dari Globalisasi dan Perdagangan Bebas
1.
Sebagai
peluang
2.
Sebagai
tantangan /ancaman
Tergantung kesiapan dan kemampuan dalam apresiasi
dan antisipasi fenomena tsb, terutama dalam pengembangan SDM.
Prinsip Klasik Dalam Manajemen
1. Efektif : Tercapainya tujuan sebagaimana yang
ditetapkan
2. Efisien :
Penggunaan sumber daya sebesar yang telah ditetapkan
3. Ekonomis : Penggunaan sumber daya dengan jumlah lebih
sedikit
4. Berkeadilan : a)
Keseimbangan hak dan kewajiban (equity)
b)
Pertanggung jawaban (acountability)
c) Tanggap
pada kebutuhan pelanggan (responsivenes)
d)
Berorientasi pada perubahan (Participation)
Perubahan model pengelolaan organisasi bisnis
1.
Diversifikasi
pekerjaan, penggolongan dan pemisahan pekerjaan secara spesifik (job qualification)
2.
Spesialisasi
jabatan (job specialization)
3.
Pengalihan
pengelolaaan pekerjaan pada pihak lain berdasarkan azas spesialisasi dan
distribusi tanggung jawab, melalui model kontak karya
4.
Penggunaan
sumber daya dari luar organisasi baik barang maupun jasa manusia, melalui model
sewa pakai
5.
Pergeseran
paradigma tentang bekerja dan pola kerja
Beberapa
kriteria fenomena Hubungan Industrial :
1.
Adanya dua atau lebih aktor pelaku
produksi barang maupun jasa
Pekerja dan pengusaha merupakan dua unsur
utama, bahkan menjadi syarat pokok untuk terwujudnya sebuah hubungan
industrial. Unsur-unsur yang lain merupakan tambahan, dengan tingkat pengaruh
yang berbeda-beda secara relatif. Fenomena hubungan industrial akan terwujud
dengan adanya pekerja dan pengusaha, meski tanpa kehadiran unsur-unsur lainnya.
Tetapi eksistensi pemerintah sangat signifikan terhadap proses dan bentuk
hubungan industrial baik pada tatanan mikro, maupun pada tatanan makro.
2. Satu sama lain saling interrelasi, interaksi, interdependensi dan pengaruh
mempengaruhi.
Apabila terjadi gangguan dan perubahan
pada salah satu unsur, maka akan mempengaruhi hubungan industrial secara
keseluruhan.
Di sini terlihat bahwa hubungan antara
pekerja dan pengusaha sarat dengan makna, dilandasi oleh kesadaran untuk saling
melengkapi setiap kekurangan masing-masing, serta saling memanfaatkan setiap
kelebihan yang dimiliki.
Bentuk hubungan pekerja dan pengusaha,
selain bersifat korelatif (saling mempengaruhi dan ketergantungan), tetapi juga
bersifat integratif, yaitu keterpaduan diantara fungsi dan peran masing-masing,
untuk secara bahu membahu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Hubungannya bersifat rasional.
Pengertian rasional memiliki arti bahwa hubungan
antara pekerja dan pengusaha dilandasi oleh keinginan untuk mencapai tujuan.
Pertama, tujuan organisasi, yaitu untuk mencapai
hubungan industrial yang harmonis (industrial
harmonic) dan perkembangan ekonomi (economic
development), sehingga diharapkan dapat berimbas pada peningkatan
kesejahteraan pekerja.
Kedua, tujuan masing-masing sebagai anggota
organisasi. Tujuan ini biasanya bersifat individualistis, dilatarbelakangi oleh
bentuk dan tingkat kebutuhan serta kepentingan masing-masing, sehingga tidak
jarang bertentangan dengan tujuan organisasi. Perbedaan-perbedaan inilah yang
seringkali menjadi penyebab utama atau menjadi pemicu timbulnya konflik
hubungan industrial, yang mempengaruhi hubungan
harmonis yang ingin dicapai.
Pengertian harmonis menunjukkan
beberapa hal :
a. Bahwa hubungan industrial bersifat
dinamis,
yaitu senantiasa memungkinkan terjadinya perubahan, sehingga bersifat pasang surut. Kondisi harmonis pada waktu tertentu serta keadaan tertentu, bisa berbeda pada waktu yang lain dalam keadaan yang sama. Hal tersebut karena hubungan industrial adalah merupakan salah satu bentuk dari hubungan kemanusiaan (human relation), yang sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi kemanusiaan, seperti : faktor psikologi, bentuk dan proses komunikasi, kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial, situasi politik, kondisi dan tingkat pertumbuhan ekonomi, maupun tingkat keamanan dan ketertiban.
yaitu senantiasa memungkinkan terjadinya perubahan, sehingga bersifat pasang surut. Kondisi harmonis pada waktu tertentu serta keadaan tertentu, bisa berbeda pada waktu yang lain dalam keadaan yang sama. Hal tersebut karena hubungan industrial adalah merupakan salah satu bentuk dari hubungan kemanusiaan (human relation), yang sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi kemanusiaan, seperti : faktor psikologi, bentuk dan proses komunikasi, kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial, situasi politik, kondisi dan tingkat pertumbuhan ekonomi, maupun tingkat keamanan dan ketertiban.
b. Harus senantiasa dipelihara dan
dikendalikan.
Karena bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai keadaan, maka
masing-masing pihak harus senantiasa memelihara, mengontrol dan mengendalikan
keadaan, agar hubungan industrial senantiasa berada dalam keadaan keseimbangan.
Hubungan yang harmonis merupakan kepentingan dan tujuan bersama. Oleh karena
itu setiap pihak harus mampu mengidentifikasi faktor-faktor spesifik yang dapat
mempengaruhi hubungan.
c. Adanya keseimbangan yang dinamis, bukan
keseimbangan yang statis.
Dimana setiap pihak harus senantiasa aktif bergerak secara ritmik, seperti
halnya dua orang yang sedang melakukan permainan jungkat-jungkit.
d. Adanya keserasian.
Dengan serasi menunjukkan bahwa keduanya memiliki perbedaaan, yaitu berbeda
warna, berbeda karakter, berbeda kemampuan, berbeda fungsi, berbeda tugas dan
berbeda peranan. Tetapi
perbedaan-perbedaan tersebut menjadi positif, ada kesesuaian (matching), sehingga enak dilihat, enak
didengar, bahkan menjadi fungsional.
Contoh struktur yang serasi adalah sebuah simponi musik yang terdiri dari
bermacam-macam alat musik yang berbeda peran, fungsi maupun karakternya, tetapi
mampu menghasilkan simponi yang enak didengar.
e. Adanya keselarasan.
Selaras mengandung arti bahwa dua hal yang berbeda tersebut mampu bekerja
sama saling mendukung, dengan tetap pada perbedaan masing-masing. Seperti
halnya dua jalur rel kereta api yang tetap terpisah, tetapi justru fungsional dan konstruktif.
- Adanya keseimbangan diantara pihak-pihak.
Keseimbangan disini memilik arti keseimbangan yang proporsional, yaitu
bahwa hak dan kewajiban masing-masing sesuai
dengan beban kerja dan prestasi yang dihasilkan. Misalnya penerapan
prinsip : upah yang sama untuk pekerjaan yang sama (equal pay for equal work). Bahkan yang lebih tepat lagi adalah :
upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, serta dengan prestasi yang sama (equal pay for equal work with equal
prestation).
Terbentuk melalui proses
perikatan.
Disini mengandung arti bahwa hubungan antara
pekerja dan pengusaha baru terwujud setelah melalui proses hukum, dimana satu
sama lain saling mengikatkan diri untuk bekerja sama. Beberapa karakter dari
perikatan adalah :
a. Berlangsung secara sukarela dan tanpa
paksaan
b. Ada keseimbangan kedudukan untuk melakukan
perikatan
c. Memiliki kecakapan untuk melakukan
perikatan
d. Melalui proses negosiasi
e. Ada kesediaan dan kesadaran untuk
memberikan sesuatu kepada pihak lain, dimana
sebagai imbalan akan mendapatkan sesuatu, yang diekspresikan dalam bentuk hak dan kewajiban.
f. Bentuk konkrit perikatan adalah berupa
perjanjian kerja, yang berisi berbagai substansi yang diperjanjikan, termasuk
hak dan kewajiban masing-masing.
g. Akibat perjanjian kerja tersebut maka
timbul akibat hukum berupa hubungan kerja, yang unsur-unsurnya terdiri dari :
adanya pekerja, adanya pengusaha, adanya pekerjaan, adanya pe rintah, adanya
upah.
5. Dapat menggunakan sistem
representatif (perwakilan).
Hubungan antara pekerja dengan pengusaha idealnya merupakan hubungan yang
bersifat langsung, melalui komunikasi yang juga bersifat personal dan langsung
(personnal direct comunication).
Dalam jumlah yang terbatas, pola tersebut dapat dilakukan dengan efektif.
Tetapi dalam kondisi jumlah orang yang besar serta pola kerja yang rumit, maka
akan lebih efektif apabila masing-masing pihak menggunakan sistem perwakilan,
yaitu dengan membentuk serikat pekerja dan organisasi pengusaha. Melalui
organisasi tersebut, masing-masing dapat mewakili kepentingan anggotanya,
menyalurkan aspirasinya secara demokratis dengan mengutamakan dialog yang
konstruktif.
D. Prinsip Hubungan Industrial
Hubungan industrial terwujud dengan
berlandaskan pada kesamaan tujuan, yaitu terjaminnya keberlangsungan, bahkan
pengembangan perusahaan. Sehingga oleh karenanya harus mampu memenuhi kebutuhan
dan kepentingan pekerja dan pengusaha, maupun kebutuhan dan kepentingan semua
pihak yang berkaitan dengan perusahaan, seperti : pemegang saham, pemasok, distributor,
konsumen, pemerintah, bahkan masyarakat
pada umumnya.
Oleh karena itu hubungan industrial
mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut :
Pertama, perusahaan memiliki
peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan semua pihak,
baik individu, masyarakat, bangsa maupun negara.
Beberapa nilai yang dapat diperoleh dari perusahaan :
1.
Memenuhi ketersediaan barang dan jasa kebutuhan
masyarakat.
Tidak semua anggota masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan diri dan keluarganya akan barang dan jasa, oleh dirinya sendiri.
Karena kalaupun dipaksakan, pemenuhannya tidak akan mudah, bahkan cenderung
membutuhkan biaya yang lebih besar, sehingga tidak efisien. Misalnya, membeli
selembar kain dari sebuah pabrik tekstil, jauh lebih murah dengan mutu yang
lebih terjamin dibandingkan dengan membuat/menenun sendiri.
2.
Menyediakan kesempatan kerja.
Beberapa nilai yang
dapat diperoleh dari kesempatan kerja, yaitu : 1) meme nuhi kebutuhan
masyarakat sebagai sarana untuk mendapatkan penghasilannya, 2) sumber
pertumbuhan ekonomi, 3) mencegah terjadinya kerusuhan sosial akibat pengangguran
3.
Sumber utama bagi penghasilan negara dalam bentuk
pajak.
Seperti biasanya, pajak
merupakan sumber penghasilan negara yang paling potensial, dan perusahaan
merupakan sektor yang memiliki andil paling besar partisipasinya melalui
berbagai jenis pajak.
4.
Sebagai penghasil devisa bagi negara
Dalam era globalisasi
dan perdagangan bebas, maka keseimbangan neraca perdagangan merupakan salah
satu indikator dari economic performance
suatu negara. Neraca perdagangan yang surplus, dimana posisi ekspor lebih besar
dibandingkan impor, akan menghasilkan devisa bagi negara. Untuk itu perusahaan
harus memiliki keunggulan daya saing dibandingkan negara lain, terutama
keunggulan kompetitif melalui keunggulan sumber daya manusia.
5.
Sebagai sumber pertumbuhan ekonomi
Sebagaimana dikemukakan
oleh ahli ekonomi John Maynard Keynes, bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara
ditentukan oleh faktor-faktor : konsumsi masyarakat (consumption), investasi pihak swasta (investation), tabungan masyarakat (saving), pajak (tax), belanja publik (gouvernment), dll. Faktor-faktor di atas hampir seluruhnya
berkaitan dengan performance dari perusahaan.
Kedua, Pengusaha dan pekerja
sangat berkepentingan dengan keberlangsungan dan perkembangan perusahaan.
Bagi pekerja dan
pengusaha, perusahaan merupakan sawah ladang yang dapat diandalkan untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi, tetapi juga kebutuhan sosial untuk hidup bermasyarakat, kebutuhan
psikologi yaitu untuk menunjukkan eksistensi diri, bahkan kebutuhan moral yaitu
untuk mewujudkan ibadah kepada Tuhan YME melalui pengabdiannya pada orang lain.
Oleh karena itu
perusahaan harus senantiasa dijaga kebelangsungannya, bahkan diupayakan agar
dapat berkembang, sehingga peran, fungsi dan manfaatnya menjadi lebih besar
lagi.
Ketiga,
Pekerjadan pengusaha saling membutuhkan dalam menjalankan organisasi
perusahaan.
Pengusaha maupun
pekerja memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam menjalankan bisnis
perusahaan. Di lain pihak, perusahaan dan pekerja juga memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing yang harus dilengkapi oleh para pasangannya. Apabila
pengusaha memiliki keunggulan dalam bentuk modal kerja dan kemampuan
pengelolaan bisnis, maka pekerja memiliki keunggulan berupa tenaga dan fikiran.
Kesemuanya itu perlu dikolaborasikan agar sinergi, yaitu saling melengkapi dan
saling menyempurnakan.
Oleh karena itu
meskipun secara organisasional hubungan pengusaha dan pekerja merupakan
hubungan atas bawah (hubungan vertikal) yang ditandai dengan adanya unsur
perintah, tetapi secara operasional hubungan diantara keduanya harus menjadi
hubungan kemitraan.(partnership).
Salah satu
karakter dari hubungan kemitraan adalah adanya upaya saling memelihara, saling
melengkapi dan saling mengembangkan. Berbagai sumber biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan seperti : upah, jaminan kesehatan, pendidikan dan pelatihan,
tidak dianggap sebagai beban. Tetapi dipandang sebagai sumber investasi (human investment), sehingga menjadikan
pekerja sebagai modal insani (human
capital) yang harus senantiasa dipelihara dan dikembangkan.
Dilain sisi,
pekerja harus memiliki rasa tanggung jawab dan rasa memiliki (sense of belonging) terhadap seluruh
aset dan proses produksi. Mereka harus senantiasa ikut memelihara, merawat dan
memaksimalkan semua sumber daya perusahaan, baik bahan baku maupun sarana
produksi, serta menjamin efektivitas, efisiensi, produktivitas dan optimalisasi
pelaksanaan pekerjaan.
Keempat, Tujuan hubungan industrial adalah menciptakan
ketenangan kerja dan ketenangan berusaha.
Ketenangan kerja
bagi pekerja dan ketenangan berusaha merupakan modal penting untuk
terselenggaranya produksi yang aman, lancar, efektif dan efisien, sehingga
menghasilkan mutu yang tinggi dan produktivitas yang optimal. Oleh karena itu
masing-masing pihak harus senantiasa mampu mengatasi sumber-sumber masalah,
yang dapat menjadi pemicu bagi timbulnya konflik hubungan industrial.
Konflik antara
pekerja dan pengusaha merupakan suatu potensi. Artinya sesuatu yang wajar terjadi pada suatu
hubungan diantara para pelaku produksi yang melibatkan unsur manusia, yang
memiliki fungsi-fungsi kemanusiaan, seperti : akal/fikiran, perasaan, naluri
dan kemampuan nalar (logika). Oleh karena itu bukan harus menghindari
terjadinya konflik, tetapi kemampuan setiap pihak untuk mengelola konflik.
Suatu konflik bersifat positif atau negatif, atau berdampak konstruktif maupun
destuktif, sangat dipengaruhi oleh kemampuan mengelola konflik tersebut
(manajemen konflik).
Kelima, Hasil akhir dari
hubungan industrial adalah meningkatnya kemampuan bisnis dan ekonomi perusahaan
(busines and economic development),
serta meningkatnya kesejahteraan pekerja.
Bertambahnya
keuntungan bisnis perusahaan, bukan menjadi laba yang hanya dapat dinikmati oleh pengusaha, tetapi juga
harus mampu meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan pekerja. Hal tersebut
karena pekerja mempunyai peranan yang besar dalam merubah bahan baku menjadi
barang jadi, melalui proses produksi.
Bertambahnya
penghasilan dan kesejahteraan pekerja harus dilakukan secara proporsional,
yaitu seimbang dengan beban kerja dan prestasi yang dihasilkan. Seorang pekerja
yang mendapatkan upah dan penghasilan lebih tinggi dari beban dan prestasinya,
maka selain akan menimbulkan kecemburuan sosial, juga akan menjadi beban bagi
pekerja lain untuk menutup kelemahan prestasinya, atau menambah beban bagi
perusahaan karena harus mengeluarkan subsidi.